Sabtu, 20 November 2010

KOMPILASI PANTUN PANTUN RELIGI DAN NASEHAT 6-12 JULI 2010 (dengan 4,6,8 baris)


                         KOMPILASI PANTUN PANTUN RELIGI DAN NASEHAT 6-12 JULI 2010
                                                                 (dengan 4,6,8 baris)

Oleh
Hamdi Akhsan

PANTUN PAGI (6/7-2010)
Nasi dibungkus si daun jati,
tak hilang rasa sudahlah tentu.
Nasehat bijak pelipur hati,
tak pernah lapuk dimakan waktu.

Mencari ikan pergi menjala,
dibawa pulang ikannya mati.
Nasehat bijak dahulu kala,
penjaga akhlak penyejuk hati.

Walaupun belut banyak diburu,
tetaplah ia banyak bersama.
Walaupun hidup dimasa baru,
tetaplah pegang nasehat lama.

Alangkah rindang si pohon ara,
Tetapi  kokoh si pohon jati,
Amalkan kebajikan selagi muda,
Tak kan menyesal akhirat nanti.

PANTUN MENJELANG SIANG. (6/7-2010)
Mentari redup tertutup awan,
hujanpun turun senanglah hati.
Taqdir Ilahi jangan dilawan,
takkan sengsara setelah mati.

Keluang muncul dibulan naik,
terbang malam bersama-sama.
Kalaulah banyak berbuat baik,
akan berakhir husnul khotimah.


Indah tekukur di pohon randu,
Kicaunya merdu bagai siulan.
Itulah akhir yang dirindu,
ketika mati disayang Tuhan.

Tekun mengaji kitabpun tamat,
banggalah bunda ketika pulang.
Tiada guna dendam kesumat,
ketika maut telah menjelang.

Hendaklah diukur membuat pintu,
dipasang di kusen bersesuaian.
Hidup dikubur yatim piatu,
tinggallah syukur dan penyesalan...

Insan dahulu memang terbaik,
ajaran diamal setiap pasal.
Ingatlah selalu nasehat baik,
agar diakhir tiasa menyesal.


PANTUN MALAM.(8/10-2010)
Betapa tajam si duri landak,
tergores kulit sangatlah perih,
Berhati kejam janganlah hendak,
malaikat maut tak akan jerih.

pasang bubu penangkap ikan,
janganlah lupa dipungut pagi.
Kerja dunia jangan lalaikan,
untuk akherat tingkatkan lagi.

Pahit rasanya buah pari,
lebihlah pahit si brotowali.
Jangan terbuai cinta dunia,
tak sadar sudah hampir kembali.

Kedelak kedeli makan kemumu,
kena getahnya perihlah mata.
Kelak kita akan bertemu,
di suatu hari tak guna harta.

Orang ulu pergi mengaji,
ke haji Mochtar di dusun lontar.
Kalaulah dulu belum diuji,
tak tau hidup cuma sebentar.

Tulip dibuat hiasan saku,
dipakai pesta diluar rumah.
Titip wasiat hai saudaraku,
saling berdoa tuk istiqamah.

PANTUN KAMIS PAGI.(9/7-1020)
Berkicau riang burung tekukur,
menyambut ceria datangnya pagi.
Berkati kami agar bersukur,
Kau tambah umur sehari lagi.


Kicauan nada bagaikan harpa,
kalahkan bunyi angin menderu.
Maafkan pantun datang menyapa,
kepada sahabat disegala penjuru..

Burung srigunting di batang terap,
kicaunya kalahkan pekik pelikan.
Hanyalah doa beriring harap ,
moga harimu penuh kebaikan.

Hendaklah bagus baju ditempa,
diukur tukang jahit dahulu.
Hidup dirantau tak pernah lupa,
didarah mengalir putra si ulu.

Harum aroma kayu gaharu,
dipakai orang sebagai dupa.
Walaupun hidup dizaman baru,
yang dulu baik tetap Tidak dilupa.

Pergi kehuma pisau dicabut,
jadikan ia penebang bidara.
Tinggalan lama jangan tercerabut,
jadilah kita yang pelihara.

Burung perenjak kicaunya senja,
kicaunya manja bagai pengantin.
Kata bijak adalah pertanda,
lembutnya hati tajamnya batin.

Senandung prosa menyentuh jiwa,
ditulis indah oleh pengarang.
Selagi muda banyak berkarya,
dimasa tua dicinta orang.

PANTUN SIANG (9/10-2010)

Cerita bijak orang dahulu,
elok dipakai didik pekerti.
Marilah kita berpantun dulu,
moga terhibur sedihnya hati.

Kumakan opak si kulit sapi,
bersihkan dengan kain secarik,
polesi dengan sambal udang.
Kalaulah lapak menjadi sepi,
poleslah barang agar menarik,
pembeli lain akan datang.

PANTUN SORE. (9/7-2010)

Sungguh hebat ilmu sang guru
membaca kitab hafal beruntun,
seolah semua telah terasah,
itulah berkat ilmu agama.
Sahabat semua di segala penjuru,
marilah kita saling berpantun,
sembuhkan hati yang kadang susah,
agar gembira kita semua.

Anak dusun pergi mengaji,
kitab dijunjung di kepala,
menghadap guru dengan khidmat,
supaya dapat berkah dan doa.
diakherat kelak dapatkan surga.
Kesantunan budaya tetap tersaji,
tradisi baik tetap dibela,
orang yang muda tetap hormat,
kami yang tua mengucap doa,
agar kita semua tetap terjaga.

Angin berhembus layar terkembang,
kapalpun pergi belah samudra,
ke negeri jauh untuk berdagang,
entah kapan akan kembali,
tergantung taqdir yang kan terjadi.
Angan menembus nun jauh terbang,
entah kemana jadi kembara,
berharap jalan baik kan datang,
supaya terbuka rezky kembali,
untuk dipakai membalas budi.

Angin berhembus dari barat,
ombak bergulung menerpa kapal,
halangi kapal hendak meluncur,
seakan karam didepan mata.
Ingin menembus tantangan berat,
coba dan uji sudahlah hafal,
kalaulah lulus dan tidak hancur,
baru kan teraih sang cita-cita.

Belajar sang sufi berpakaian kumal,
tuk tundukkan egonya diri.
Bertambah ilmu bertambah amal,
itulah sifat yang diingini.

Sang raja datang pada peramal,
sebelum pergi berkendaraan.
Selalu berdoa agar beramal,
itulah tanda persaudaraan.

Inderalaya, 20 November 2010
Al Faqir
  
Hamdi Akhsan

SYAIR CURAHAN CINTA PADA AYAH BUNDA YANG TELAH TIADA


                            SYAIR CURAHAN CINTA PADA AYAH BUNDA YANG TELAH TIADA
Oleh
Hamdi Akhsan

Mohon maaf,ada seorang teman fb yang ayahnya baru meninggal jumat kemaren meminta dibuatkan syair untuk ibu bapak yang telah tiada. Karena sedang sangat sibuk,sambil menunggui peserta PLPG peer teaching syair ini dirangkai. Moga manfaat!

I
Ayah.
Syair kutulis sambil menangis,
dipetang hari hujan gerimis,
jiwa rapuhku serasa teriris,
dukaku serasa berlapis-lapis.

kini dirimu didalam kubur,
tak lagi daku mengantar bubur,
atau yang datang untuk menghibur,
atau bawakan kacamatamu yang kabur.

Tak lagi kudengar lantunan zikir,
difajar subuh dingin menggigil,
indahnya suara mengaji tartil,
yang mengisi hariku semenjak kecil.

II
Melintas indah didepan mata,
indahnya kasih ayah tercinta,
memandang kami hangatnya mata,
ayah...disini ananda bercucur airmata.

Teringat daku dimasa kecil,
cerita ayah tentang sang kancil,
hibur diriku tersandung kerikil,
atau terjatuh badanku dekil.

Kini tiada yang mengingatkanku,
tuk bangun sholat dimalam dalu,
tuk jaga lisan agar tak malu,
ajarkan berani jauhi ragu.

Kini engkau terbaring sunyi,
didalam kubur petang dan pagi,
suara jangkrik yang menemani,
serta desiran malam yang sepi.

III
Didalam sedih nanda berdoa,
kiranya ayah dikasihi-Nya,
dilapang kubur oleh malaikat-Nya,
diridhoi dengan kasih sayang-Nya.

Daku bermohon pada yang Rahman,
diberi ayah kubur yang nyaman,
di taman sorga tempat kediaman,
berkumpul dengan orang beriman.

Digelap malam berdoa khusuk,
kiranya kubur ayahanda sejuk,
waktu yang ada tiada suntuk,
jelang masa bangkit kan masuk.
IV
Doa tak bosan nanda panjatkan,
kepada Allah Maha Penyayang,
diberi-Nya selalu kasih dan sayang,
Seperti kala nanda ditimang.

Ayah...Airmataku terus mengalir,
teringat ayah saat terakhir,
tak sempat jasa ananda ukir,
engkau telah pergi sebagai musafir.

Tabahlah ayah dialam sana,
kelak bersama ibu karena,
berdoa daku pada Robbana,
diberi engkau surga nirwana.

V
Engkau pergi menyusul bunda,
yang lebih dahulu telah tiada,
kini ayah dan ibu tak ada,
sedih diriku tiada terkira.

Kala terkenang masa dahulu,
dibelai manja daku selalu,
berbisik bibirmu dengan terharu,
agak berbakti kelak diriku.

Airmataku jatuh berlinang,
kalau ayah bunda terkenang,
semoga disana berdua tenang,
Sebagai petarung kembali menang.

VI
Di pusara bunda daku tergugu,
teringat kasihmu tulus selalu,
sepanjang zaman sepanjang waktu,
bunda......kini diriku yatim piatu.

Tatkala datang masalah berat,
sampai terasa hampir sekarat,
ingin kutulis selembar surat,
curahkan beban jiwa yang syarat.

Terbayang bila kau masih ada,
daku kan bisa sampai cerita,
berbagi suka berbagi duka,
sehingga ringan beban didada.

VII
Setiap sholat daku berdoa,
bahagia engkau dikubur sana,
bertemu bunda yang engkau cinta,
bercanda ria seia sekata.

Didalam doa hamba bermohon,
jasamu bagai buah dipohon,
beranak pinak sampai terhimpun,
mendapat ampunan sepanjang tahun.

Kelak diriku akan menyusul,
sebagai musafir yang ingat usul,
akan kubawa rindu sebakul,
bersama lagi kita berkumpul.

VIII
Ayah-ibu.
Dipusaramu daku menekur,
airmata terus mencucur,
ingat kasihmu tiada terukur,
Robbi,ketika mereka hidup hamba-Mu kurang bersyukur.

Ketika usia berangsur lanjut,
rambut memutih kulit mengkerut,
didalam dada mulai takut,
apakah siap kala maut menjemput.

Diakhir syair daku munajat,
ampuni ayah bundaku wahai Robb segala zat,


Palembang,Wisma Lintang
1 november 2010
Hamba Allah


Hamdi Akhsan